"Lus, oper sini bolanya!", teriak Budi Buto kepada Lulus meminta operan ketika posisinya tidak terkawal oleh bek lawan. Beberapa detik kemudian terdengar teriakan lagi. "Gooolll!!!". Bola berhasil dimasukkan Budi Buto ke gawang lawan yang dijaga oleh Paidi.
Keriuhan sore itu tidak terjadi di atas lapangan sepakbola berukuran standar dengan dua gawang dari besi di masing-masing sisi lapangan, tapi terjadi di area kebun kelapa di desa mereka, Sulang. Sebuah desa yang terletak sekitar 12 kilometer dari ibukota kabupaten Rembang ke arah Blora.
Ya, kebun kelapa yang terletak di belakang kantor Kawedanan itu masih menyisakan tanah sedikit lapang di antara deretan pohon kelapa yang ditanam berjarak sekitar 8 meter kali 8 meter. Sela-sela antar tanaman itulah yang tiap sore dimanfaatkan oleh anak-anak muda yang tinggal di sekitar kebun kelapa untuk memupuk kebersamaan dan bersenang-senang dengan bermain sepakbola. Dan dengan menggunakan gawang yang terbuat dari batang bambu, maka sahlah sela-sela pohon kelapa itu menjadi lapangan sepakbola. Mereka menyebutnya, Stadion Klapa-Klapanan.
Dalam bermain sepakbola, pemain dituntut untuk tidak hanya piawai menghindari dari sergapan lawan akan tetapi harus juga lihai untuk menghindari hadangan dari pohon-pohon kelapa yang ada di tengah area permainan. Maka tak heran ketika suatu ketika bola yang rencananya mau dioperkan ke kawan malah berbelok arah bukan karena terkena badan lawan akan tetapi karena mengenai pohon kelapa.
Hampir setiap hari anak-anak muda itu bermain sepakbola, dimulai sekitar jam 4 sore dan berakhir ketika azan maghrib berkumandang dari mushola dan masjid. Mereka sebagian ada yang langsung pulang ke rumah masing-masing, akan tetapi ada juga yang masih duduk-duduk bercengkrama sambil menunggu keringat mengering, untuk kemudian mandi bareng di sumur yang ada di belakang rumah dinas pak Wedana.
Akhir dari Stadion Klapa-Klapanan.
Suatu sore seperti biasa, anak-anak muda itu bermain sepakbola. Tim terbagi menjadi 2 tim dengan tidak ada patokan yang jelas dan kaku siapa masuk tim mana, alias suka-suka si pemain mau masuk tim mana. Kedua tim pada awalnya masing-masing masih menggunakan kaos, tapi ada perjanjian bahwa siapa yang kemasukan terlebih dahulu harus melepas kaosnya untuk memudahkan membedakan antara anggota tim yang satu dengan lainnya.
Lek To yang waktu itu memperkuat tim yang melepas kaos karena kebobolan lebih dahulu menggiring bola dari sisi kanan lapangan, bola kemudian ditendang kembali ke kawannya yang ada di posisi bek. Kemudian Lek To mencari posisi di tengah, sambil menghadap ke arah kawannya di belakang Lek To teriak minta oper. Bagong melepas umpan lambung ke arah Lek To, dan Lek To berlari membelakangi arah gawang lawan untuk menjemput operan. Belum sampai bola ke kepala atau badan Lek To, dia sudah tersungkur karena menabrak pohon kelapa di belakangnya.
Pertandingan terhenti. Beberapa orang mencoba menolong Lek To yang mengerang kesakitan, karena bagian belakang kepalanya terbentur batang pohon kelapa. Lek To kemudian diantar pulang oleh Bagong dan Budi Buto.
Pertandingan dilanjutkan kembali sampai azan maghrib terdengar. Beberapa orang masih memperbincangkan kejadian yang menimpa Lek To dan ingin tahu kondisi Lek To. Dari kabar yang beredar Lek To mengalami gegar otak ringan karena benturan tadi.
Untuk beberapa waktu, pertandingan sepakbola masih berlangsung walau dengan jumlah pemain yang makin lama makin sedikit jumlahnya. Entah karena mereka ada yang melanjutkan kuliah, atau pindah tempat tinggal karena kerja di kota atau karena trauma kejadian yang menimpa Lek To.
Untuk beberapa waktu, pertandingan sepakbola masih berlangsung walau dengan jumlah pemain yang makin lama makin sedikit jumlahnya. Entah karena mereka ada yang melanjutkan kuliah, atau pindah tempat tinggal karena kerja di kota atau karena trauma kejadian yang menimpa Lek To.